Senin, 28 Agustus 2017

Andai Kita Berujar Tanya



 Jika Saja Aku Menjadi Daun-Daun Kering
Masihkah Kau Mau Menjadi Rantingku?

 Andai Kau Bisa Memiliki Hatiku
Lantas Hatimu Siapa Yang Memiliki?

 Jika Aku Adalah Sekuntum Bunga?
Maukah Kau Menjadi Tangkaiku?

 Dan
Andaikan Aku Sebuah Puisi
Akankah Kau Menjadi Bait Disetiap Cerita Hidupku?


Sekabumi, 28/9/15


Qais Dan Laila | Romantisme Kasih Tak Sampai


Aku telah menjual ruhku dalam ruang sirkuit rindu-dendam yang menderu-deru. “Isyq” (rindu dendam) adalah makananku, tanpa itu aku akan mati. Jangan takdirkan aku tanpa rindu-dendam kepada Layla. Duhai Tuhan, tuangkan air bening rindu. Cemerlangkan mataku dengan celak hitam selamanya. Duhai Tuhan, tambahkan aku rindu kepadanya. Bila umurku pendek, tambahkan rindu itu kepadanya. Duhai Tuhan, tambahkan rinduku kepada Layla, dan jangan biarkan aku melupakan dia selama-lamanya.” – Kisah Qais Dan Laila (Laila Majnun)
Kisah Qais Dan Laila (Laila Majnun), sebuah kisah dari cerita rakyat arab, tentang kecantikan seorang gadis bernama Laila, yang menarik hati seorang pemuda, Qais keturunan Bani Amir. Qais yang semula pandai, gagah dan berasal dari kabilah terhormat, menjadi “majnun” atau gila, karena kasihnya yang tak sampai. 
Pernah mendengar atau membaca kisahnya?
Sekedar berbagi akan saya ceritakan secara singkat romantisme Kisah Qais Dan Laila (Laila Majnun). Berikut ceritanya.


  Alkisah, sebuah kabilah bani Amir di lembah Hijaz dipimpin seorang lelaki yang sudah uzur yang bernama Syed Omri, kekuasaannya disegani laksana kekuasaan seorang raja, dia memiliki kekayaan yang melimpah. Dia seorang yang baik, dermawan dan indah sosok budinya. Namun, kepuasaan itu cukup setelah bertahun-tahun dia menunggu dan berdo’a untuk dikaruniai seorang anak. Istrinya yang lembut telah melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan, mempesona, dan mempuat semua orang terpanah, Namanya adalah Qays(Qais).
            Setelah beberapa tahun, Syed Omri menitipkan Qays kepada sang guru agar Qays menjadi pemuda terhormat kelak. Di sekolah itu, Qays menjadi anak yang pandai, dia juga memiliki kefasihan lidah dan pandai merangkai kata menjadi sebuah syair yang indah. Suatu ketika Qays melihat seorang wanita yang begitu cantik dan indah, wajahnya bersinah bak mutiara yang terdampar di tepi laut,  dia adalah Layla, yah, cahaya dari waktu malam. Keduanya berkenalan selayaknya seorang sahabat, kemudian dia saling jatuh cinta dalam rahasia. Waktu terus berjalan, hingga kabar percintaan mereka terdengar sampai kedua orang tua layla.
            Dari kabar itu, layla dikurung dan dipenjara oleh orang tuanya sendiri. Seorang wanita dan seorang lelaki tidak boleh bercumbu dan menciptakan cinta.
                       “ Mereka menganggap cinta adalah dosa. Cinta bagi mereka adalah noda yang harus dibasuh hingga bersih. Padahal kalbuku telah menjadi tawanannya Dan ia juga merindukanku”
            Layla dan Qays sama-sama merindu, mereka ingin bertemu dan tak tahan dengan penyakit cinta yang mereka rasakan, hingga suatu malam Qays diam-diam berjalan mendekati rumah Layla. Kesedihan Qays begitu mendalam, Layla akan segera menikah dengan seorang pemuda pilihan ayahnya. Layla juga akan dipindahkan ke lembah Nejd. Sempat Syed Omri melamarkan Layla untuk anaknya Qays, namun lamaran itu ditolak dengan mudahnya. Setelah Layla dan Qays berpisah lama, Qays menjadi seorang pemuda yang gila dan dijuluki “MAJNUN”, masa depannya suram karena kecintaannya pada Layla, Qays sering mendapat hinaan dan cemoohan oleh masyarakat sekitar hingga ia memutuskan pergi dan berteman liar dengan alam yang sepi dan menakutkan, Qays tinggal disebuah gua dengan ditemani binatang-binatang buas, mulutnya tak pernah berhenti memanggil nama Layla, matanya kosong tanpa arah, bajunya compang-camping seperti gelandangan, Syed Omri sedih melihat anak satu-satunya dibutakan oleh cinta yang tak bermakna. Syed Omri terus membujuk agar Qays kembali pulang dan memikirkan masa depannya, Qays pun pulang dan mencium kaki ayahnya, dia berkata “wahai ayahanda, kesedihan adalah takdirku, penderitaan telah menghabiskan masa mudaku. Aku duduk dalam kegelapan, berselimut debu, dan telah kuucapkan selamat tinggal pada semua kenikmatan duniawi yang menggoda.
Namun, kesadaran Qays tidak berlangsung lama, dia kembali gila dan pergi menanjaki alam liar beralaskan hawa yang dingin. Beberapa kali orang membujuk Qays, tapi semua itu tak ada artinya dibanding Layla kekasihnya. Begitu juga dengan Layla, ia masih menjaga kesucian cintanya kepada Qays, dia tidak pernah melenyapkan bayangan Qays dari matanya, selama bertahun-tahun suami Layla tidak pernah menjamah kehormatan Layla.
            Zayd adalah orang kepercayaan Layla, dia diutus Layla untuk mencari Qays dan memberikan surat padanya yang berisi,
            ……………….
Wahai Qays, engkau telah memberiku cintamu padaku. Cinta yang kuperoleh darimu, seakan berasal dari langit. Engkau harus tau bahwa kehidupan gadis arab milikmu tetap suci bagai mata air yang jernih dan berkilau. Walau aku tak berada disisimu, dan menurut adat aku telah menjadi isteri seorang lelaki, namun, kesucian tubuh dan cintaku tetap terjaga.
            Engkau adalah segalanya bagiku, karena beni cinta yang engkau taburkan telah berakar dalam hatiku. Aku adalah rembulan dan engkau adalah matahari.demi hari akhir, aku tidak akan menghianati cinta sucimu, dan akan mati dibawah kakimu
            Setelah membaca surat dari Layla, Qays tidak mampu berkata-kata, linangan air matanya membasahi pipinya, dia dibantu Zayd menemui Layla, dan akhirnya Qays mampu berdiri dihadapan Layla, dia ditemani binatang-binatang buas yang menjaganya, Qays dan Layla tersenyum lega karena mereka mampu bertemu kembali setelah sekian lama. Namun, Layla melihat tingkah laku Qays yang tiba-tiba merobek-robek bajunya sendiri dan berlari-lari meninggalkan Layla. Layla terkejut, dia merenungkan nasib majnun, meski begitu ia tetap mencintai Qays dan berharap dipersuntingnya. Kemudian hari Layla sakit, sebelum ajal menjemputnya Layla menceritakan semua perasaan pada ibunya.
            …………….
Ibu! Waktuku telah tiba, engkau tidak perlu mencaciku lagi, karena kasih sayangmu, engkau menyalahkan rasa cintaku. Cinta membuat diriku merasakan kepedihan yang mendalam, dan mengeringkan sumber airmataku.
            Ibu! Mungkin akan dating seorang pemuda dan menangis di pusaraku. Jangan engkau melarangnya, biarkan dia disana untuk menumpahkan semua penderitaannya. Karena bagiku dia adalah kehidupanku. Keberadaanku baginya, sama seperti cahaya bagi siang. Cintanya begitu luhur, namun selalu dihina oleh kekuatan waktu. Jangan engkau hina ketika engkau dengar ratapan liarnya, karena pemuda itulah yang paling memahami nasibku…….
            Layla menghelakan nafas terakhirnya, Zayd langsung berlari mencari Qays. Dan alangkah hancurnya Qays bagai pencahan tuang. Qays seakan tidak mampu menerima semua ini, dia menjerit kesedihannya dan berlari ke pemakaman Layla.Qays mendekatkan dadanya pada pusara Layla, dan menciumnya ribuan kali, membentur-benturkan kepalanya hingga tempat disekitarnya dipenuhi darah, binatang buas masih setia mengawalnya hanya diam mematung melihat majnun menangis. Berkali-kali orang menghibur dan membujuknya untuk meninggalkan pemakaman, tapi Majnun tetap memeluk nisan Layla. Sayap-sayap kematian telah mengajak Qays menemui Layla. Wajah Majnun terlihat seperti sedang tertidut, kepalanya tergeletak diatas batu nisan, tubuhnya masih disisi pusara. Binatan buas masih tetap menunggu, tidak ada satu orang pun tau bahwa Majnun telah meninggal, diketahuinya setelah sekian lama setelah tubuh Majnun menyisakan tulang-tulang yang berserakan. Tiada orang yang tau dan merasakan bagaimana penderitaan dua insan yang begitu mencintai dan menjaga satu sama lain. Qays dimakamkan disebelah pusara Layla.
            Demikianlah sejarah percintaan mereka yang meninggalkan kesetiaan dan segenggam penderitaan.
            “Khayalan telah menyatukan kita berdua Melebur menjadi satu Menyatu dalam ketetapan cinta Kita adalah dua tubuh dengan hati yang satu dan jiwa yang sama”.